Latar belakang
Perkembangan Industri Semen di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir kapasitas industri semen dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang berarti. Kapasitas produksi tidak banyak beranjak dari level 47 juta ton per tahun. Sejak tahun 2005 beberapa perusahaan telah merencanakan untuk menambah kapasitasnya, namun rencana tersebut tidak banyak terealisasi karena tingkat utilitas dari kapasitas produksi masih sekitar 60 persen. Masih tingginya kapasitas yang menganggur disebabkan oleh pertumbuhan permintaan yang rendah akibat kenaikan BBM pada akhir 2005.
Setelah dampak kenaikan harga BBM pada akhir 2005 mereda, permintaan semen kembali tumbuh yang didorong oleh sektor properti dan proyek-proyek infrastruktur milik pemerintah. Beberapa pemain kembali merencanakan untuk menambah kapasitasnya. Penambahan kapasitas ini perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi permintaan yang diperkirakan akan terus meningkat seiring perekonomian yang tumbuh.
Selain itu beberapa pabrik sudah berusia tua dan teknologinya semakin tertinggal sehingga tidak efisien lagi yang ditandai dengan penutupan unit-unit pada tahun 2006 di beberapa pabrik antara lain Semen Padang, Semen Gresik, Semen Tonasa, dan Holcim. Peningkatan kapasitas akan membuat produsen lebih efisien sehingga lebih bisa bersaing. Sementara itu, pemain yang kapasitasnya kecil dan mesinnya kurang efisien akan semakin sulit untuk bersaing, apalagi dengan meningkatnya biaya produksi dalam hal ini batubara sebagai sumber energi utama.
Pemain kecil seperti Semen Kupang, Semen Baturaja, dan Semen Bosowa tidak akan bisa memanfaatkan pertumbuhan permintaan secara optimal. Beberapa faktor lain seperti lokasi yang jauh dari pasar potensial dalam hal ini Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dan jaringan transportasi yang terbatas akan semakin menekan pemain seperti Semen Kupang dan Semen Baturaja.
Dunia industri semen saat ini tengah gencar memordernisasi pabriknya terutama ditujukan untuk menghemat konsumsi energi serta kemampuan unit untuk memakai energi sekunder. Salah satu aktor kritikal yang diperkirakan akan mempengaruhi rencana penambahan kapasitas ini antara lain ketersediaan dan harga batubara mengingat pabrik semen sangat besar konsumsi bahan bakarnya dan hampir semuanya dipasok oleh energi dari batu bara. Beberapa pemain yang akan membangun pabrik baru meminta kepastian pasokan batu bara. Kepastian ini sangat penting karena harga batu bara dan permintaan di pasar internasional yang tinggi bisa menyebabkan pasokan kebutuhan industri nasional tersedot.
Selama tahun 2007 harga batu bara cenderung meningkat dan bertahan di kisaran US$ 50 per ton akibat meningkatnya kebutuhan dunia yang dodorong oleh lonjakan permintaan dunia seiring dengan kuatnya pertumbuhan ekonomi global. China, India, Korea Selatan dan Malaysia adalah beberapa negara yang mendongkrak kenaikan kebutuhan batu bara dunia.
Produsen Semen
1. PT. Semen Gresik, Tbk (PT. SG)
2. PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (PT. ITP)
3. PT Semen Andalas Indonesia
4. PT Semen Bosowa Maros (PT. SBM)
5. PT Semen Kupang (PT. SK)
6. PT Semen Baturaja (PT. SB)
Permasalahan
Permasalahan mulai muncul ketika Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (PP REI) mengadukan masalah kartel perdagangan semen yang bertindak monopoli karena banyak menghambat berbagai proyek terutama properti ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Adapun yang menjadi perhatian utama adalah laporan PP REI atas industri semen terkait dengan tingginya harga yang ditetapkan oleh industri semen yang menyebabkan semakin mahalnya biaya pembangunan. Mereka diduga melakukan kartel harga semen. Ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa kartel itu ada.
Rekomendasi Untuk Pemerintah
Fungsi pemerintah sebagai regulator penyediaan dan pembangunan layanan publik mempunyai tanggung jawab terhadap ekonomi suatu negara, karena dipengaruhi oleh kebijakan atau peraturan yang dibuat dan diterapkan bagi pelaku bisnis dalam berbagai industri. Dalam industri semen, pemerintah menerapkan beberapa aturan atau kebijakan, diantaranya:
· Mengacu pada UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan Pasal 4 (2) UU No. 5/1999, pelaku usaha patut diduga secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pada 2008, tiga produsen besar semen menguasai 89,6% pasar semen, yakni Grup Semen Gresik sebesar 43,8%, Indocement 31,7%, dan Holcim Indonesia 14,1%.
Dalam kasus ini, pemerintah yang direpresentasikan oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) seharusnya dapat menjadikan Undang-Undang yang telah di terbitkan sebagai landasan dalam penilaian sebuah industri. Apabila memang terlihat adanya hal-hal yang melenceng dari Undang-Undang, maka KPPU harus bisa bertindak tegas. Dalam kasus ini, KPPU melakukan monitoring untuk mengusut terjadinya kartel di industri semen. Ada beberapa hal yang menyebabkan KPPU melakukan monitoring. Pertama, tidak adanya disparitas harga antara satu produsen dan produsen lainnya atau adanya keseragaman harga. Saat ini harga semen antarprodusen tidak jauh berbeda dan cenderung terus naik. Padahal, permintaan sedang turun, terutama di sektor properti. Kedua, lonjakan harga yang tinggi, khususnya pada bulan Mei sampai dengan Desember 2008. Padahal, biaya bahan bakar dan energi menurun. Ketiga, perbandingan harga semen dalam negeri dengan negara tetangga. Berdasarkan data KPPU, harga semen di beberapa negara ASEAN selama 2007 lebih rendah dari harga semen di Indonesia. Harga semen di Malaysia US$62 per ton, Vietnam US$57,75 per ton, dan Thailand US$67,87 per ton. Sementara itu, harga semen di Indonesia berkisar US$83,80 per ton. Untuk pembuktian ada atau tidaknya praktek kartel ini, KPPU membentuk sebuah tim. Sehingga disinilah peran pemerintah dalam melindungi sebuah pelanggaran di suatu industri industri serta pada akhirnya perlindungan konsumen dari praktek-praktek pelanggaran usaha suatu industri.
Rekomendasi Bagi Pelaku Bisnis
Pelaku bisnis yang bermain dalam industri semen hanya berjumlah sedikit. Beberapa merupakan pemain besar dan beberapa lagi merupakan pemain yang kecil. Dalam industri ini peran pemerintah sebagai regulator sangatlah penting. Namun jika dalam pelaksanaan suatu industry bisnis (dalam kasus ini industri semen), kebijakan atau peraturan pemerintah merugikan pelaku bisnis ritel maka terdapat alternatif yang bisa dilakukan oleh pelaku bisnis, diantaranya:
· Exit
Pelaku bisnis ritel dapat menanamkan modalnya di negara lain atau di luar Indonesia jika terdapat suatu kebijakan atau peraturan pemerintah yang memberatkan dan menghambat berjalannya bisnis industri ritel. Namun altenatif exit atau keluar dari Indonesia tidak bisa diterapkan pada industri yang berskala kecil dan mempunyai karakteristik yang rumit, misalnya pertambangan.
Untuk industri semen pun, pilihan untuk exit adalah pilihan yang sangat tidak mungkin karena investasi yang dikeluarkan sebuah perusahaan dalam industri ini sangatlah besar.
· Voice
Altenatif yang kedua adalah menyuarakan atau mengutarakan hal dan kebijakan atau peraturan pemerintah yang memberatkan berlangsungnya suatu bisnis. Dalam menyuarakan atau melakukan suatu aksi protes kepada pemerintah dilakukan secara kolektif atau bersama-sama melalui suatu asosiasi. Dengan menyusarakan aspirasi atau protes yang ditujukan kepada pemerintah, diaharapkan pemerintah dapat meninjau kembali segala bentuk kebijakan dan peraturan yang berlaku agar tidak merugikan suatu insdutri bisnis.
Dalam kasus ini, ASI (Asosiasi Semen Indonesia) sebagai perwakilan dari produsen-produsen semen di Indonesia melakukan voice kepada KPPU berkaitan dengan dugaan adanya kartel yang dilakukan dalam industri semen. Menurut ASI, masing-masing produsen semen yang ada mempunyai “pricing policy” sendiri-sendiri. ASI juga menegaskan bahwa bahan bakar untuk memproduksi semen adalah batu bara, bukan BBM. Harga batu bara pada pertengahan tahun 2008 merangkak naik tak terkendali dan sumber batu bara yang high grade sulit diperoleh, sehingga sumber yang ada saat ini adalah medium grade dan low grade. Untuk keamanan jangka panjang, produsen harus mempunyai stok yang cukup di awal tahun 2009, karena pemasok batu bara lebih tertarik untuk mengekspornya daripada menjualnya di dalam negeri, sehingga produsen harus mengantisipasinya dengan menyediakan stok yang cukup. Hal-hal yang mempengaruhi harga semen, di antaranya, adalah biaya produksi, biaya pemasaran (jangka waktu pembayaran), channel distribution, dan transportasi.
DAFTAR PUSTAKA
0 comments:
Post a Comment